PENGARUH
BENCANA TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS KORBAN
Oleh:
“Jul LemboadE”
Indonesia
merupakan daerah yang rawan bencana, baik itu banjir bandang, gempa bumi,
letusan gunung berapi dan lain-lain. Setelah pasca banjir bandang yang melanda
Kota Bima pada tanggal 21 sampai 23 desember 2016 lalu, menyimpan sejuta suka
dan duka yang amat dalam dalam hati dan jiwa seluruh stakeholder.
Lalu
kemudian, ketika terjadi bencana alam yang cukup besar, maka berbagai persepsi
muncul. Persepsi tersebut dapat dilakukan oleh korban bencana alam, dan dari
pihak lain yang tidak mengalaminya. Persepsi masyarakat tentang bencana alam
dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu; pertama efek krisis, kedua efek
bendungan, dan ketiga adaptasi. Dan kondisi masyarakat yang kurang peduli
terhadap lingkungan adalah memprihatinkan. Masyarakat yang kurang memeliki
kesadaran pada lingkungan, (termasuk masyarakat sosial/pemerintah), maka
dinamika yang terjadi di masyarakat adalah kurang adanya keeratan (cohessiveness) di antara anggota
masyarakat. Keadan demikian mengindikasikan bahwa masyarakat tersebut sangatlah
rentan ketika menghadapi bencana yang menimpa dirinya. Atau dengan kata lain
pada masyarakat tersebut tidak memiliki kelenturan (resilience) dalam menghadapi bencana. Kemudian muncul pertanyaan
bagaimana kondisi psikologis korban banjir (bencana alam) tersebut?
Pertanyaan
tersebut melahirkan berbagai persepsi dan jawaban yang ideal dan objektif.
Kondisi psikologis korban bencana alam/banjir yang selamat, pada umumnya akan
mengalami stres. Rasa takut yang amat sangat dialami oleh korban, karena mereka
merasa terancam jiwanya dari bencana. Mereka mengalami perasaan yang tidak
menentu, ketakutan, cemas, dan emosi yang tinggi. Sehingga perasaan stres
muncul. Namun demikian mereka jarang mengalami gangguan stres yang kronis.
Tetapi kondisi demikian, harus diatasi dengan segera. Apabila kondisi
psikologis yang stres tidak segera diatasi, maka lama kelamaan akan menimbulkan
depresi, dan akan mengarah kepada gangguan psikiatri.
Beban
psikologis akan semakin bertambah bagi korban bencana banjir, apa bila ia
mengalami kehilangan orang yang dicintai ketika bencana terjadi. Kondisi stres
dapat muncul pada korban bencana banjir. Demikian pula dengan kehilangan
rumahnya akan menambah beban psikologisnya. Korban tersebut akan merasa
kehilangan segalahnya, sehingga didalam dirinya muncul suatu kehilangan
harapan. Kondisi demikian perlu segera ditangani agar korban dapat bangkit dari
rasa keterpurukan.
Pada
korban yang dapat bertahan dari bencana besar, dia melihat bahwa banyak orang
yang dikenalnya menjadi korban, maka ia merasa kehilangan komunitasnya. Hal ini
dikarenakan komunitas di pemukimannya sudah tidak utuh lagi. Bahkan ketika ia
diselamatkan oleh tim penyelamat, ia mengalami disorentasi. Korban yang
selamat, ketika terselamatkan dia tidak tahu berada dimana, dan mengapa hingga
berada di temapat tersebut. Korban tidak mengenal lagi dengan lingkungannya.
Dengan berada di tempat pengungsian yang baru, ia mengalami kurang kontak
sosial dengan korban lain di tempat pengungsian yang baru. Ditempat pengungsian
tersebut komunitas lain, sehingga ia merasa sendiri. Kondisi demikian dapat
terjadi, karena setelah terjadinya bencana, masing-masing individu
menyelamatkan diri sendiri dan kelompok keluarganya, sehingga terpencar dari
komunitasnya.
Korban
bencana pada dasarnya tidak mengenal usia, sehingga semua usia dimungkinkan
menjadi korban bencana alam. Namun demikian kita perlu mengenal kondisi-kondis
psikologis yang di alami oleh seseorang pada tahap perkembanganya. Dengan
demikian, bantuan psikologis yang diperlukn menjadi jelas. Bantuan psikologis
yang kurang tetap akan menambah parah kondisi psikologis korban. Dengan gambaran
identifikasi tersebut, aab diketahui kebutuhan korban.
1.
Anak
usia Bawah Lima Tahun (Pra sekolah)
Korban pada usia
dibawah lima tahun (belita), tentu belum memahami apa yang telah terjadi dan
menimpa dirinya. Namun demikian, ia dapat merasakan ada sesuatu yang terjadi di
lingkungannya, dan mungkin dapat dirasakan menyakitkan atau sebagai sesuatu
yang menakutkan, mengagetkan, dan sebagainya. Reaksi yang akan muncul pada
belita tersebut adalah menangis.
2.
Anak
Usia Sekolah (6-12 tahun)
Anak
usia sekolah yang menjadi korban bencana dana mengalami masalah psikologis,
akan mengindikasikan di sekolahnya dengan penurunan prestasi sekolahnuya.
Maslah psikologis yang dirasakan berat, seperti misalnya stres, anak tersebut
akan mengalami gangguan konsentrasi. Hal ini dikarenakan secara emosi, ia belum
dapat mengendalikan dengan baik, seehingga ia akan mudah marah. Bahkan pada
kondisi tersebut dapat berakibat pada penurunan prestasi sekolahnya.
3.
Usia
Remaja (12-21 tahun)
Pada remaja korban
bencana banjir yang mengalami masalah psikologis, didalam bidang pendidikan
menunjukan adanya penurunan prestasi di sekolah. Hal ini dimungkinkan oleh
karena permasalahan yang terkait dengan bencana yang dirasakan sebagai
permasalahan yang berat, menekan, hingga menjadi ia mengalami stres.
4.
Orang
dewasa
Orang dewasa yang
menjadi korban bencana, dapat mengalami masalah psikologis yang cukup berat.
Berat atau ringannya masalah psikologis yang dialaminya sangat bergantung pada
pengalaman yang di alami ketika bencana terjadi menimpa dirinya dan keluarga
sangatlah berat, seperti meninggalnya anggota keluarga atau kehilangan
rumahnya, maka pengalaman ini dirasakan berat oleh orang dewasa tersebut.
Peristiwa ini dapat menyebabkan ia sulit untuk berkonsentrasi dalam upaya untuk
menyelesaikan masalahnya.
MARI KITA SAMA-SAMA MENJAGA KELESTARIAN
ALAM DAN LINGKUNGAN KOTA BIMA DAN SEKITARNYA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar